Sabtu, 05 Juli 2014

Dibalik Piala Dunia 2014


Juni dan Juli duaribu empat belas. Dua bulan yang teristimewa dan dinanti nantikan oleh seluruh manusia dibawah kolong langit. Ya tentu saja sejara umum kalau ditanya kenapa tentu jawabannya adalah karena ada perhelatan akbar piala dunia. Piala tertinggi paling bergensi dalam cabang olah raga ini hanya digelar 4 tahun sekali, dengan seleksi yang ketat sebelumnya menjadikan tim tim yang lolos ke piala dunia meripakan tim terbaik yang tidak diragukan lagi kehebatannya. Sebanyak 32 negara dari 5 benua mewakilkan pemain pemain terbaik mereka. Selain menjanjikan persaingan yang sengit dan penuh kejutan disetiap laganya sepak bola sendiri merupakan olah raga faforit bagi setiap orang, euphorianya mampu menembus batas usia, status social maupun gendre. Hampir setiap manusia dapat larut dalam ketegangan di tiap laganya.



Indonesia yang dikatakan masyarakatnya adalah penggila bola, tentu tak mau ketinggalan dalam menyambut moment ini setiap acara acara di televisi tak mau ketinggalan menayangkan berita terbaru di piala dunia, iklan iklan yang bahkan tak ada hubungannya dengan olahraga pun berubah menjadi nuansa piala dinia. Walau Indonesia masih belum mampu mengirim wakilnya bermain di kompetisi tertinggi itu namun disetiap perhelatannya demam bola selalu dapat dirasakan, baik acara nonton bareng yang digelar oleh kafe kafe elit maupun nonton bareng di warung warung pinggir jalan, senuanya ramai dengan teriakan para supporter.
Namun siapa sangka di bulan Juni dan Juli ini juga sebenarnya ada sebuah perhelatan yang istimewa bagi seluruh warga dunia, tak kalah istimewa sebenarnya dengan acara piala dunia, bahkan seharusnya menjadi sebuah perhelatan yang jauh lebih istimewa. Selain jumlah peserta yang jauh lebih banyak disbanding peserta piala dunia, hadiah yang dijanjikan pun jauh lebih besar dan lebih mulia juga lebih kekal. Bagi yang belun tau, Juni Juli 2014 adalah bulan Piala Akhirat, karena pada dua bulan itu bersinggungan dengan bulan Ramadhan yang merupakan bulan paling istimewa bagi umat Muslim dan bahkan bagi Allah SWT sendiri. Ya tak ubahnya piala dunia, piala akhirat pada bulan ramadhan ini juga mensyaratkan kegigihan dalam mengejarnya, keseriusan dan pantang menyerah. Bagaimana tidak, setiap hari dibulan Ramadhan, selain menahan makan dan minim dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari, umat Muslim juga harus menahan hawa napsu, menahan mata dari pandangan yang haram, menahan mulut dari perkataan yang dilarang dan menahan pikiran dari yang buruk buruk. Bagi orang yang sadar akan hal ini mereka akan mudah berkesimpulan bahwa piala akhirat ini jauh lebih kompetitif dibandingkan perhelatan piala dunia.
Jika dalam ajang piala dunia kita menganal adanya babak penyisihan sebelumnya, adanya system seleksi untuk mengurangi jumlah peserta, maka di piala akhirat pun dikenal juga system yang sama. Kita tahu bahwa pada awal awal bulan Ramadhan masjid dan musola selalu saja ramai dan makmur. Selain karena jumlah jamaahnya yang banyak, acara acara juga tak henti hentinya digelar disana. Memasuki pertengahan bulan banyak masid yang mengalami kemajuan. Kemajuan dalam shafnya kalau awalnya bisa sampai 10 shof saekali sholat sekarang tersisa 5 shof dalam sholat, dan begitu seterusnya hingga hampir selesai bilan Ramadhan. Konsistensi dan ketahanan mutlak dibutuhkan untuk meraih piala akhirat ini.
Di Indonesia sendiri, negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim tentu aura Ramadhan kental terasa, tak kalah denga demam bola piala dunia, bahkan banyak yang dapat mengkombinasikan keseruan keduanya dalam tatanan yang tepat dan tidak saling berbenturan. Namun bagi beberapa kalangan yang nyata nyata mereka adalah Muslim, agaknya mereka lalai dan terlalu terfokus pada piala dunia dan bahkan melupakan piala akhirat. Kita tau bersama bahwa laga laga piala dunia seringnya digelar pada malam hingga dini hari, hal ini membuat sebagian orang terlalu terfokus untuk begadang pada malam harinya. Banyak orang memang berpuasa pada siang harinya, mereka tidak lupa itu, namun karena semalaman begadang nungguin piala dunia maka siang harinya banyak digunakan untuk tidur. Bahkan tidak hanya disiang hari, saat adzan subuh dikumandangkan banyak orang justru terlelap tidur padahal 10 menit sebelumnya mereka barusaja bersorak sorak untuk piala dunia. Hal ini tentu saja sangat disayangkan dan justru memprihatinkan.
Padahal reward yang ditawarkan dalam kompetisi piala akhirat ini jauh lebih besar dibanding reward dalam kompetisi piala dunia. Dalam kompetisi piala dunia yang digelar 4 tahunan itu, pemenangnya mungkin akan disanjung oleh banyak orang akan mendapatkan kebanggaan, namun itu hanya bertahan untuk 4 tahun saja karena pada kompetisi berikutnya belum tentu negara yang sama akan memengkannya kembali. Sedangkan untuk piala akhirat pemenangnya akan mengperoleh penghargaan yang luarbiasa besar disisi Allah SWT selain penghargaan ini kekal didunia, penghargaan ini kelal di akhirat. Materi materi yang ditawarkan di piala dunia juga belum tentu akan bertahan selama 4 tahun kedepan, karena mungkin sudah buat foya foya duluan, sedangkan untuk piala akhirat kita tau ditawarkan balasan yang tia putus putusnya, tiada habis habisnya. Memang hasil dari piala akhirat ini tidak terlihat didepan mata kita, namun hal itu sudah mutlah dijanjikan oleh Allah SWT, dan siapakan yang lebih menepati janji daripada Allah SWT.
Dalam piala dunia, Indonesia tidak manpun mengirim wakilnya ke kompetisi ini tapi mengapa banya orang yang begitu larut dalam perayaan ini. Padahal kalau dipikir pikir kalau tim joagoannya menang atau kalah kita tidak memperoleh apa apa, sorakan kita seberapa kencang sekalipun kita tidak dihadiahi apa apa. Jangankan mendukung tim dari negara lain, kalaulah mendukung tim dari negara sendiri kita juga tetap tidak memperoleh apa apa. Paling hanya rasa puas dan kebanggaan, yang kalau mau dipikir lagi itu bukan punya kita atau bisa disebut kebanggaan kosong. Sementara untuk piala dunia, kita sendirilah pesertanya, kita sendirilah yang terlibat didalamnya, dan kita sendiri berjuang untuk diri kita sendiri. Hal ini menuntut focus dan perhatian lebih besar disbanding ikut larut dan terlena menyaksikan piala dunia. Apa yang kita lakukan dan perbuat akan berujung dan kembali pada diri kita sendiri. Kita akan dibarikan reward sesuai dengan apa yang kita lakukan dalam kompetisi piala akhirat ini, karena kitalah pemainnya.
Manakah yang kau cari kesenangan yang mungkin beberapa bulan kedepan sudah surut atau kesenangan yang akan bertahan selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar