Sabtu, 25 Februari 2012

Merindu Megono


Hawa dingin gerimis mengiringiku merasakan nikmatnya hembusan udara pagi hari itu. Ya bulan bulan sekarang memang lagi sering seringnya terjadi hujan, walau siklus cuaca belakangan ini kurang dapat diprediksikan. Mungking karena dampak pemanasan global yang kian tak terkendali. Tertindih selimut(tidur) setelah subuh memang ngak baik namun ya gimana lagi nyatanya memang susah menjaga mata tetap benderang setelah subuh. Dingin segar udara pagi datambah lagi gerimis yang ada menambah godaan untuk berlama lama ditempat tidur makin meningkat. Namun permintaan perut seolah mendesakku tuk bangun dan cari cemilan atau makanan berat. Namun kemana harus mencari disaat pagi berhias gerimis ini.

Heran entah apa mimpi semalan naumun pagi ini pikiranku seakan melayang ke beberapa masa silam saat diriku masih di kota kelahirnku. Pekalongan. Berhias udara pagi yang sering berkabut(deket gunung) merupakan saat yang paling tepat untuk melahap nasi megono. Nasi yang masih kemebul(berasap) dengan bumbu megono dan taburan bawang goreng plus mendoan hangat yang tidak asli(bukan dari banyumas) terasa nikmat luar biasa. Dari segi tampilan ia memang biasa saja, namun rasanya yang khaslah yang sering menjadikan ridu. Ya, megono memang salah satu makanan khas Pekalongan, megono pun menjadi menu sarapan paling merakyat di Pekalongan. Dapat dikatakan hamper 65% warga pekalongan sarapan dengan mogono. Berbeda dengan taoto(soto khas pekalongan) mogono selalu menjadi bahan konsumsi disetiap paginya. 


 
Lama rasanya lidah ini tak mencicip citarasa megono, rindu sekali ingin menikmati sepincuk megono disaat pagi. Telah hampir 3 tahun kalau tidak salah, setelah melanjutkan studi ke kota gudek dan setahun kemudian keluarga di Pekalongan pindah ke Pati rasanya setelah itu tidak pernah lagi sarapan dengan megono, ya palingan saat kumpul dengan para TTM(Teman Tapi Mloro) yang sekarang ganti nama menjadi M Corner(pojok Mloro). Walau sama sama berbahan dasar nangka muda namun megono dan gudeg jelaslah berbeda. Citarasa yang dibawakan hanpir bertolak belakang yang satu membawa rasa manis legit yang satunya bercirikan gurih. Kesamaan megono dengan gudeg adalah sama sama menu sarapan yang sering dikonsumsi di daerah asalnya. 
 
Pekalongan dan megono, bagi diriku sendiri itu merupakan sepasang kerinduan yang tak terpisahkan. Keduanya bagaikan dua sisi mata uang kerinduan dalam diriku. Sama halnya dengan megono yang telah lama tidak kurasakan, Pekalongan pun telah hampir 2 tahun tak ku kunjungi. Ya selain karena keluarga telah pindah ke Pati juga karena grombolan TTM telah jarang ngumpul lagi.paling juga setahun sekali saat lebaran. Yah Pekalongan yang merupakan kota kelahiranku dan telah lebih dari 17 tahun waktuku dihabiskan disana tidak bisa dihilangkan begitusaja dari momoriku meskipun dari keturunan, ayahanda, ibunda maupun kakek nenek dari ayah dan ibu tidak ada yang asli Pekalongan.
Kerinduan itu memang dalam terasa selama ini baik kehangatan TTM, kehangatanh mogono maupun Pekalongan. Namun entah angin apa yang membuat kerinduan terasa begitu dalam saat itu. Mungkin karena hawa&suasana yang mendukung ya , , , . Well ibu yang memang bukan asli Pekalongan jika diminta membuat megono seringkali bilang tidak bisa, jadi yam au apalagi, walau dirumahpun tidak bisa meminta ibunda memasakkannya. Dilihat dari proses pembuatannya memang mogono memerlukan kesabaran ekstra. Mulai dari pengolahan bahan utamanya, nangka muda harus dicacah hingga serpihan keciiil keciiil, peracikan bumbunya pun jikalau cara ataupun bumbunya kurang pas makan kekhasannya akan luntur. Jika melihat bumbunya memang tidaklah terlalu kompleks seperti makanan khas kota kota lainnya. Setelah beberapa kali berlayar didunia maya akhirnya ketemu juga gambarnya dan bumbu bumbunya. Niatnya sich ngobatin ridu tapi setelah liat gambarnya jadi makin rindu. Ya moga moga aja bisa sesegera mungkin maen(pulang) ke Pekalongan. Walaupun sekarang bukan lagi warga Pekalongan, namun tetapsaja Pekalongan dijantungku. Salah satu penggalan cerita dalam perjalanan hidup yang takkan tetlupakan.

1 komentar:

  1. oi bumbunya apaan kasih gak klo ngga wa tampol lo

    BalasHapus