Rabu, 07 Desember 2011

My Way


Aku selalu berharap dapat menjadi rembulan, yang memantulkan cahaya mentari dan menyinari sisi gelap bumi. Semoga suatu saat aku bisa menjadi bulan yang mampu memantulkan cahaya matahari dan menyinari sisi gelap bumi. Tetapi jangankan menjadi bulan, aku bahkan tak selembut air yang dengan keistiqomahannya mampu melubangi batu yang jauh lebih kuat daripada air. Kupandangi pantulan diriku, dalam pantulan air yang bening tercermin diri ini. Segenap perilaku, tuturkata serta tabiatku. Kupandangi bayangan diri dan kudapati kemampuanku.

 Kini jangankan menjadi bulan penerang, bahkan menjadi air pun aku belum sanggup. Diri ini bahkan tidak lebih mulia daripada palu, palu yang hanya bisa memukul tak teratur, hanya bisa menumbuk dan menghancurkan. Bahkan jika kadang salah mengayunkan, alih alih menghilangkan sisi keras batu yang menyeliputi tetapi sisi lembutnya pun akan tersakiti. Maka kini akan lebih baik bila kusimpan paluku, bersabar hingga dapat lebih mulia daripada palu. Maka kini biarlah aku kembali, bereada ditempat dimana tak perlu lagi kuhentakkan paluku. Menimba diri menjadi insan yang lebih baik. Senada dengan apa yang pernah aku baca dalam sebuah buku :

Karena beda antara kau dan aku sering jadi sengketa
Karena kehormatan diri sering kita tinggikan diatas kebenaran
Karena satu kesalahanmu padaku seolah menghapus
Sejuta kebaikan yang tlah lalu
Wasiat Sang Nabi itu rasanya berat sekali
Jadilah hamba hamba ALLAH yang bersaudara”

Mungkin lebih baik kita berpisah sementara, sejenak saja
Menjadi kepompong dan menyendiri
Berdiri malam malam, bersujud dalam dalam
Bertafakur bersama iman yang menerangi hati
Hingga waktunya menjadi kupu kupu yang terbang menari
Melantun kebaikan diantara bunga, menebar keindahan pada dunia

Lalu dengan rindu kita akan bertemu lagi
Mengambil cinta dari langit dan menebarkannya ke bumi
Dengan persaudaraan suci, sebening prasangka, selembut nurani,
Sehangat semangat, senikmat berbagi dan sekokoh janji

Mengaca,menyadari dan menimba diri. Bolehkan aku menimba ilmu lagi hingga palu kasar ini berubah menjadi lembut selembut air. Pukulan tak teratur ini dapat berubah menjadi tetesan tetesan yang istiqomah. Hingga dapat seperti air yang dengan keistiqomahannya mampu melubangi batu yang keras, yang dengan kelembutannya menumbuhkan lumut di bebatuan. Hingga lumut serta air tersebut pelan namun pasti dengan kelembutan dan kesabaran mampu mengikis batu hingga menjadi pasir. Dan pada akhirnya dari pasir tersebutakan tumbuh tanaman yang tertanam kuat, berakar kokoh serta bercecabang tinggi menjulang menggapai langit serta senantiasa membagikan buah manis di tiap musimnya pada segenap penghuni bumi. Semoga sebelum tiba waktuku aku dapat mencontoh air, meniru keistiqomahannya dan sempatkanlah diriku belajar kepada rembulan untuk mampu memantukan cahaya matahari hingga dapat menyinari sudut gelap bumi.

Kusadari diri saat melangkah, disaat raga terbawa kaki dalam langkah, aku sadar terkadang lisan tak terpelihara disetiap tutur. Aku memang bukanlah orang yang selalu terjaga, bukan orang yang memiliki kesadaran sepenuhnya, bukan termasuk golongan orang yang selalu beruntung. Adakalanya aku termasuk golongan orang yang merugi bahkan juga golongan orang yang celaka. Kusadari dalam tiap tetesan liur ini ada yang tertetes ke tempat tempat yang tidak semestinya, bahkan ada pula yang menjadi noda yang tersimpah hingga nanti. Dengan segenap pengakuan dan seluruh kepasrahan, sekiranya dapat kuhapuskan liur liur yang telah berserakan diantara hati hati yang bersinggungan, maka akan kuhapus liur liur itu dengan segenap kemampuanku. Dari tiap tetesan liurku dan setiap pergesekan hati yang telah terjadi aku memohon maaf sepenuhnya, aku merendah serendah rendahnya di hadapan tuhan ALLAH Taa’ata serta aku menunduk dan memohon maaf kepada setiap diri yang pernah tertetes akan liur ini. Aku menunduk dan memohon maaf pada setiap hati yang pernah bergesek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar